Sejarah Singkat Kedudukan Pengacara Advokat di Indonesia Bag 1 by Balikpapan Indonesian Lawyer
Article Indonesian Lawyers by Pengacara Balikpapan tentang,
Artikel ini disampaikan untuk memberikan gambaran sejarah profesi advokat (officium Nobile) dari masa pra kemerdekaan sampai lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Dalam sejarah perjalanan Advokat di Indonesia tidak bisa lepas dari arus perubahan sosial, kemasyarakatan dan berbagai perubahan peraturan perundang-undangan didunia Peradilan di Indonesia.
Pada Masa sebelum kemerdekaan dan saat ini setelah Indonesia telah Merdeka, secara Individu banyak Advokat terlibat dalam perjuangan kemerdekaan, terutama perjuangan politik dan diplomasi. Di era kemerdekaan, pada masa Pemerintahan Bapak Soekarno peran Advokat tetap eksis dibidangnya bahkan dimasa Pemerintahan Bapak Soeharto, Persatuan Advokat (masa itu PERADIN (Persatuan Advokat Indonesia) dengan berani dan terbuka membela para Politikus..
Siapa advokat pertama di Indonesia? Ketika pertanyaan itu muncul, mungkin sederet nama ini tersebut dibawah ini pada masa itu yang disebut-sebut sebagai Advokat pertama, Mr. Besar Martokoesoemo, lalu Lukman Wiriadinata, Yap Thiam Hien dan Suardi Tasrif. Mereka memang dikenal sebagai pengacara pembela kepentingan rakyat. Nama mereka juga sering menjadi rujukan ketika orang berbicara tentang hak asasi manusia dalam proses hukum. Beliau-Beliau tersebut Yakni seperti yang dilansir dalam laman https://id.wikipedia.org/wiki adalah sebagai berikut :
Pada masa itu, advokat Indonesia pertama Mr. Besar Martokoesoemo, membuka kantor advokat ditegal, selain pak Besar sendiri, ada Sartono, Alisastroamidjojo, Wilopa, Muh Roem, Ko Tjang Sing, Muh Yamin, Iskaq Tjokrohadisuryo, lukman Wiradinata, Suardi Tasrif, Ani Abbas Manoppo,
Yap Thiam Hien, dan lain-lain dan generasi yang aktif sebelum dan sesudah kemerdekaan sampai 1960-an dan beberapa diantaranya sampai 1980-an.
Pemerintah kolonial tidak mendorong orang-orang Indonesia untuk bekerja sebagai Advokat. Pada 1909 pemerintah kolonia mendirikan Rechtsschool di Batavia dan membuka kesempatan pendidikan hukum bagi orang pribumi hingga tahun 1922, namun kesempatan hanya dimanfaatkan kaum priyayi. Pada tahun 1928 Rechtsschool meluluskan hampir 150 orang rechtskundigen (sarjana hukum). Namun mereka ini hanya menjadi panitera, jaksa dan hakim tidak sebagai notaris dan Advokat.
Hingga pada Tahun 1940 terdapat hampir 300 orang Indonesia Asli menjadi Ahli hukum sampai pada pendudukan Jepang. Para Advokat Indonesia angkatan pertama menetap di Belanda sebagai Advokat. Diantara 40 orang Indonesia yang meraih gelar sarjana hukum di Leiden, tidak kurang dari 16 orang menjadi Advokat setelah pulang ke Indonesia.
Salah seorang Tokoh yang mendorong perkembangan Advokat Indonesia adalah Mr. Besar Martokusumo. Pada saat itu tidak satupun kantor Advokat yang besar kecuali kantor Mr. Besar di Tegal dan Semarang, dan kantor Advokat Iskak Tjokroadisurjo di Bandung padahal pemerintah Kolonial ingin menempatkannya di Batavia (https://id.wikipedia.org/wiki/Iskak_Tjokroadisurjo). Bagi Advokat Indonesia asli memulai praktik adalah langkah yang sulit. Hal ini terjadi karena Advokat Belanda menganggap mereka sebagai ancaman dalam persaingan.
Sebenarnya transplantasi sistem peradilan Barat tidak otomatis mengintrodusir fungsi Advokat di dalamnya. Sebagai bukti, pemerintah Hindia Belanda sengaja memberlakukan Herziene Indonesisch Reglement (HIR) sebagai hukum acara bagi kalangan pribumi yang tidak mengenal fungsi Advokat, bukannya Reglement op de Strafvordering (SV) dan Reglement op de Rechtsvordering (RV) yang memang dikhususkan buat masyarakat Eropa di Hindia Belanda.
Profesi Advokat berkembang maju di pengadilan-pengadilan yang menyelesaikan sengketa hukum masyarakat Eropa (Raad van Justitie), dan secara kontras mengalami kemandengan di pengadilan-pengadilan pribumi (Landraad).
Adapun pengaturan Advokat dapat ditemukan diberbagai peraturan pada masa pra kemerdekaan adalah sebagai berikut:
a. Staatblad Tahun 1847 Nomor 23 dan Staatblad Tahun 1848 Nomor 57 tentang Reglement op de rechtelijk organisatie en het beleid de justitie in Indonesie atau dikenal dengan RO, pada pasal 185 sd 192 mengatur tentang “ advocaten en procureurs” yaitu penasehat hukum yang bergelar sarjana hukum.
b. Staatblad Tahun 1847 Nomor 40 tentang Reglement op de Rechtsvordering (RV), dalam peradilan khusus golongan Eropa (Raad van Justitie) ditentukan bahwa para pihak harus diwakili oleh seorang Advokat atau procureur.
c. Penetapan Raja tanggal 4 Mei 1926 Nomor 251 jo. 486 tentang Peraturan Cara Melakukan Menjalankan Hukuman Bersyarat, pada Bab I Bagian II pasal 3 ayat 3 ditentukan bahwa orang yang dihukum dan orang yang wajib memberikan bantuan hukum kepadanya sebelum permulaan pemeriksaan.
d. Staatblad Tahun 1926 Nomor 487 tentang Pengawasan Orang yang Memberikan Bantuan Hukum, ditentukan bahwa pengawasan terhadap orang-orang yang memberikan bantuan hukum atau orang yang dikuasakan untuk menunjuk lembaga dan orang yang boleh diperintah memberi bantuan.
e. Staatblad Tahun 1927 Nomor 496 tentang Regeling van de bijstaan en vertegenwoordiging van partijen in burgerlijke zaken voor de landraden, mengatur tentang penasehat hukum yang disebut “zaakwaarnemers’ atau pada masa tersebut dikenal dengan “pokrol”.
f. Staatblad Tahun 1941 Nomor 44 tentang Herziene Inlandsch Reglement (HIR), dalam Pasal 83 h ayat 6 ditentukan bahwa jika seseorang dituduh bersalah melakukan sesuatu kejahatan yang dapat dihukum dengan hukuman mati, maka magistraat hendak menanyakan kepadanya, maukah ia dibantu di pengadilan oleh seorang penasehat hukum. Dan pasal 254 menentukan bahwa dalam persidangan tiap-tiap orang yang dituduh berhak dibantu oleh pembela untuk mempertahankan dirinya.
g. Staatblad Tahun 1944 Nomor 44 tentang Het Herziene Inlandsch Reglement atau RIB (Reglemen Indonesia yang diperbaharui), menurut Pasal 123 dimungkinkan kepada pihak yang berperkara untuk diwakili oleh orang lain.
Berbagai ketentuan hukum diatas mendasari profesi Advokat pada masa para kemerdekaan, meski masih mengutamakan Advokat Belanda, akan tetapi berbagai pengaturan itu sedikitnya telah mendasari perkembangan Advokat Indonesia pada masa selanjutnya. .Di ambil sebagian dari artikel Oleh Gunawan, SH dalam tulisannya sejarah Singkat Kedudukan Advokat di Indonesia (studi tentang Kajian Historis Yuridis)
bersambung................................
Artikel selanjutnya
KEDUDUKAN ADVOKAT PRA KEMERDEKAAN DI INDONESIA BAGIAN 1
Oleh salah satu pengacara di Balikpapan
Artikel ini disampaikan untuk memberikan gambaran sejarah profesi advokat (officium Nobile) dari masa pra kemerdekaan sampai lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Dalam sejarah perjalanan Advokat di Indonesia tidak bisa lepas dari arus perubahan sosial, kemasyarakatan dan berbagai perubahan peraturan perundang-undangan didunia Peradilan di Indonesia.
Pada Masa sebelum kemerdekaan dan saat ini setelah Indonesia telah Merdeka, secara Individu banyak Advokat terlibat dalam perjuangan kemerdekaan, terutama perjuangan politik dan diplomasi. Di era kemerdekaan, pada masa Pemerintahan Bapak Soekarno peran Advokat tetap eksis dibidangnya bahkan dimasa Pemerintahan Bapak Soeharto, Persatuan Advokat (masa itu PERADIN (Persatuan Advokat Indonesia) dengan berani dan terbuka membela para Politikus..
sekilas sejarah Advokat / pengacara
Dari sekilas sejarah peran para Advokat tersebut menunjukkan bahwa sumbangan pemikiran para Advokat berkualitas, yang menjadi pemimpin politik dan sosial sejak 1923, sangat besar.Siapa advokat pertama di Indonesia? Ketika pertanyaan itu muncul, mungkin sederet nama ini tersebut dibawah ini pada masa itu yang disebut-sebut sebagai Advokat pertama, Mr. Besar Martokoesoemo, lalu Lukman Wiriadinata, Yap Thiam Hien dan Suardi Tasrif. Mereka memang dikenal sebagai pengacara pembela kepentingan rakyat. Nama mereka juga sering menjadi rujukan ketika orang berbicara tentang hak asasi manusia dalam proses hukum. Beliau-Beliau tersebut Yakni seperti yang dilansir dalam laman https://id.wikipedia.org/wiki adalah sebagai berikut :
Pada masa itu, advokat Indonesia pertama Mr. Besar Martokoesoemo, membuka kantor advokat ditegal, selain pak Besar sendiri, ada Sartono, Alisastroamidjojo, Wilopa, Muh Roem, Ko Tjang Sing, Muh Yamin, Iskaq Tjokrohadisuryo, lukman Wiradinata, Suardi Tasrif, Ani Abbas Manoppo,
Yap Thiam Hien, dan lain-lain dan generasi yang aktif sebelum dan sesudah kemerdekaan sampai 1960-an dan beberapa diantaranya sampai 1980-an.
Kedudukan Advokat / pengacara Pra Kemerdekaan
Jika ditilik sejarahnya, fungsi Advokat sebenarnya tidak lahir secara genuine(sejati)nya dari kultur hukum masyarakat Indonesia. Fungsi ini baru muncul sejalan dengan ditransplantasikannya sistem hukum dan peradilan formal oleh pemerintah Hindia Belanda.Pemerintah kolonial tidak mendorong orang-orang Indonesia untuk bekerja sebagai Advokat. Pada 1909 pemerintah kolonia mendirikan Rechtsschool di Batavia dan membuka kesempatan pendidikan hukum bagi orang pribumi hingga tahun 1922, namun kesempatan hanya dimanfaatkan kaum priyayi. Pada tahun 1928 Rechtsschool meluluskan hampir 150 orang rechtskundigen (sarjana hukum). Namun mereka ini hanya menjadi panitera, jaksa dan hakim tidak sebagai notaris dan Advokat.
Hingga pada Tahun 1940 terdapat hampir 300 orang Indonesia Asli menjadi Ahli hukum sampai pada pendudukan Jepang. Para Advokat Indonesia angkatan pertama menetap di Belanda sebagai Advokat. Diantara 40 orang Indonesia yang meraih gelar sarjana hukum di Leiden, tidak kurang dari 16 orang menjadi Advokat setelah pulang ke Indonesia.
Salah seorang Tokoh yang mendorong perkembangan Advokat Indonesia adalah Mr. Besar Martokusumo. Pada saat itu tidak satupun kantor Advokat yang besar kecuali kantor Mr. Besar di Tegal dan Semarang, dan kantor Advokat Iskak Tjokroadisurjo di Bandung padahal pemerintah Kolonial ingin menempatkannya di Batavia (https://id.wikipedia.org/wiki/Iskak_Tjokroadisurjo). Bagi Advokat Indonesia asli memulai praktik adalah langkah yang sulit. Hal ini terjadi karena Advokat Belanda menganggap mereka sebagai ancaman dalam persaingan.
Sebenarnya transplantasi sistem peradilan Barat tidak otomatis mengintrodusir fungsi Advokat di dalamnya. Sebagai bukti, pemerintah Hindia Belanda sengaja memberlakukan Herziene Indonesisch Reglement (HIR) sebagai hukum acara bagi kalangan pribumi yang tidak mengenal fungsi Advokat, bukannya Reglement op de Strafvordering (SV) dan Reglement op de Rechtsvordering (RV) yang memang dikhususkan buat masyarakat Eropa di Hindia Belanda.
Profesi Advokat berkembang maju di pengadilan-pengadilan yang menyelesaikan sengketa hukum masyarakat Eropa (Raad van Justitie), dan secara kontras mengalami kemandengan di pengadilan-pengadilan pribumi (Landraad).
Peraturan Advokat / pengacara pada masa Pra Kemerdekaan
Adapun pengaturan Advokat dapat ditemukan diberbagai peraturan pada masa pra kemerdekaan adalah sebagai berikut:
a. Staatblad Tahun 1847 Nomor 23 dan Staatblad Tahun 1848 Nomor 57 tentang Reglement op de rechtelijk organisatie en het beleid de justitie in Indonesie atau dikenal dengan RO, pada pasal 185 sd 192 mengatur tentang “ advocaten en procureurs” yaitu penasehat hukum yang bergelar sarjana hukum.
b. Staatblad Tahun 1847 Nomor 40 tentang Reglement op de Rechtsvordering (RV), dalam peradilan khusus golongan Eropa (Raad van Justitie) ditentukan bahwa para pihak harus diwakili oleh seorang Advokat atau procureur.
c. Penetapan Raja tanggal 4 Mei 1926 Nomor 251 jo. 486 tentang Peraturan Cara Melakukan Menjalankan Hukuman Bersyarat, pada Bab I Bagian II pasal 3 ayat 3 ditentukan bahwa orang yang dihukum dan orang yang wajib memberikan bantuan hukum kepadanya sebelum permulaan pemeriksaan.
d. Staatblad Tahun 1926 Nomor 487 tentang Pengawasan Orang yang Memberikan Bantuan Hukum, ditentukan bahwa pengawasan terhadap orang-orang yang memberikan bantuan hukum atau orang yang dikuasakan untuk menunjuk lembaga dan orang yang boleh diperintah memberi bantuan.
e. Staatblad Tahun 1927 Nomor 496 tentang Regeling van de bijstaan en vertegenwoordiging van partijen in burgerlijke zaken voor de landraden, mengatur tentang penasehat hukum yang disebut “zaakwaarnemers’ atau pada masa tersebut dikenal dengan “pokrol”.
f. Staatblad Tahun 1941 Nomor 44 tentang Herziene Inlandsch Reglement (HIR), dalam Pasal 83 h ayat 6 ditentukan bahwa jika seseorang dituduh bersalah melakukan sesuatu kejahatan yang dapat dihukum dengan hukuman mati, maka magistraat hendak menanyakan kepadanya, maukah ia dibantu di pengadilan oleh seorang penasehat hukum. Dan pasal 254 menentukan bahwa dalam persidangan tiap-tiap orang yang dituduh berhak dibantu oleh pembela untuk mempertahankan dirinya.
g. Staatblad Tahun 1944 Nomor 44 tentang Het Herziene Inlandsch Reglement atau RIB (Reglemen Indonesia yang diperbaharui), menurut Pasal 123 dimungkinkan kepada pihak yang berperkara untuk diwakili oleh orang lain.
Berbagai ketentuan hukum diatas mendasari profesi Advokat pada masa para kemerdekaan, meski masih mengutamakan Advokat Belanda, akan tetapi berbagai pengaturan itu sedikitnya telah mendasari perkembangan Advokat Indonesia pada masa selanjutnya. .Di ambil sebagian dari artikel Oleh Gunawan, SH dalam tulisannya sejarah Singkat Kedudukan Advokat di Indonesia (studi tentang Kajian Historis Yuridis)
bersambung................................
Artikel selanjutnya
0 Response to "Sejarah Singkat Kedudukan Pengacara Advokat di Indonesia Bag 1 by Balikpapan Indonesian Lawyer"
Post a Comment